VideoTikTok dari Shofie Rhamadan (@shofiearlapannam): "Akhirat itu lebih baik bagi orang yang beriman dari pada dunia 🌏". original sound - Shofie Rhamadan.
Makajadikanlah setiap amalan kami itu baik, diridhoi oleh-Mu, tetapkanlah kami terus dalam keadaan baik sehingga kami kembali pada-Mu dalam keadaan yang paling baik. Sedangkan penggalan do’a “ajirnaa min khizyid dunyaa”, selamatkanlah kami dari kebinasaan di dunia yaitu musibah, berbagai tipu daya, kejelekan dan kehinaan di dalamnya.
Tulisanini mengupas tentang upaya sukses di dunia dan di akhirat. Sukses di dunia. Sukses hidup di dunia selalu dikaitkan kepada 4 ta berikut yakni harta, tahta, kata dan cinta. Orang kota, orang desa, orang besar orang kecil selalu mengaitkan kesuksesan itu dengan harta. Jika harta seseorang atau keluarga atau bangsa itu banyak maka orang itu
Fast Money.
AKHIRAT, KEHIDUPAN YANG HAKIKI[1]Telah lewat suatu masa, pada waktu itu manusia belum berwujud sesuatu yang dapat disebut, sehingga Allah berkehendak untuk menciptakan kita. Padahal sebelumnya kita tidak pernah ada. Allah juga memberikan limpahan karunia-Nya, menjauhkan kita dari mara bahaya, memberikan kemudahan dalam menempuh kehidupan, dan memberikan Subhanahu wa Ta’ala telah menerangkan kepada kita segala sesuatu yang bermanfaat dan yang membahayakan. Allah telah menjelaskan, bahwa manusia memiliki dua kehidupan. Yaitu kehidupan sementara yang akan segera berlalu, dan kehidupan abadi yang sementara yang segera berlalu, ialah kehidupan dunia. Suatu kehidupan yang tidak terlepas dari kekurangan, kecuali apa-apa yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Kehidupan dunia ini, pada hakikatnya hanyalah sebuah penderitaan. Sedangkan gemerlap dunia yang ditampakkan, sebenarnya hanyalah orang yang berakal mau memperhatikan meski hanya sekilas, tentu ia akan mengetahui betapa kecil dan remeh dunia itu. Sehingga ia pun akan menyadari tipu daya dunia. Bagi yang memujanya, dunia ini hanyalah fatamorgana yang disangka air oleh seorang yang kehausan. Tatkala orang itu mengejarnya, ternyata tidak ada sesuatu apapun yang ia pula tatkala dunia berhias dengan berbagai perhiasannya dan nampak begitu indah mempesona, maka manusia pun menyangka akan mendapatkannya. Pada saat itu, datanglah ketetapan Allah melanda mereka di waktu siang dan malam. Kemudian tiba-tiba semuanya musnah, seolah tidak pernah ada sesuatu apapun dunia. Harapan yang ditawarkan hanyalah kesia-siaan dan kebinasaan. Keindahannya hanyalah penderitaan dan kesempitan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِKetahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. [al-Hadîd/5720].Sedankan akhirat, itulah kehidupan yang sebenarnya. Sebuah kehidupan yang menyimpan semua pilar kehidupan, baik berupa kekekalan, kebahagiaan dan keselamatan. Inilah hakikat akhirat. Apabila seseorang dapat menyaksikan hakikatnya, tentu ia akan berkata يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِيAlangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan amal shalih untuk hidupku ini. [al-Fajr/8924].Inilah kehidupan akhirat. Kehidupan hakiki, tempat manusia akan hidup selamanya, dan tidak akan pernah mati. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirmanفَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ تَلْفَحُ وُجُوهَهُمُ النَّارُ وَهُمْ فِيهَا كَالِحُونَBarang siapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. [al-Mukminûn/23102-104].Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla . Sebagai seorang mukmin, marilah kita mencoba untuk melihat dan memandang sebagaimana seharusnya seorang mukmin yang berakal. Marilah kita bandingkan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat, supaya bisa mengetahui dan memahami perbedaan yang sangat jelas antara kehidupan akhirat terdapat segala kenikmatan yang diidamkan setiap jiwa. Kehidupan akhirat juga menyejukkan setiap pandangan. Ia merupakan Dârus-Salâm, bersih dari segala kekurangan, bebas dari mara bahaya, steril dari penyakit, tidak ada kematian, serta bebas dari segala kesusahan dan sebuah hadits, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaلَمَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ فِي الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَاSungguh tempat cambuk salah seorang kalian di surga itu lebih baik dari pada dunia perkataan seorang yang benar dan dibenarkan, yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Tempat tongkat di surga itu lebih baik daripada dunia secara keseluruhan, dari permulaannya hingga akhirnya, dan dengan segala kesenangan serta kemewahannya. Apabila hal ini saja lebih baik dari dunia seisinya, maka berapakah nilai dunia yang kita dapatkan? Apalagi kesempatan hidup kita hanya sebentar. Bagaimana pula dengan rumah-rumah di surga yang setiap tingkatannya berjarak 2000 tahun perjalanan? Masya sangat mengherankan jika ada manusia lebih memilih dunia daripada akhiratnya. Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih banyak manusia sibuk mengejar dunia dan melupakan akhirat. Mereka bersemangat untuk mendapatkan dunia, meskipun harus dengan meninggalkan kewajiban yang disyariatkan Allah Ta’ala. Mereka kemudian terbenam dalam kubangan syahwat dan lalai. Mereka lupa untuk bersyukur kepada Dzat yang telah memberi segala antara ciri-ciri mereka, ialah mereka bermalasan menunaikan shalat, merasa berat untuk berdzikir kepada Allah, mengkhianati amanah yang diembannya, suka menipu saat bermu’amalah, berdusta dalam perkataan, tidak memenuhi janji, tidak berbakti kepada orang tua, dan tidak mau menyambung tali barang siapa mendahulukan akhiratnya, maka ia akan mendapatkan kenikmatan akhirat dan kenikmatan dunia sekaligus. Hal ini mudah bagi yang diberi kemudahan oleh Allah Azza wa Jalla . Dan semoga kita termasuk orang-orang yang diberi kemudahan oleh Allah Azza wa Jalla dalam beramal shalih. Karena sesungguhnya, orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla , maka Allah Azza wa Jalla akan menggantinya dengan yang lebih baik dari yang ia Subhanahu wa Ta’ala berfirman مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَBarang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [an Nahl/1697].مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِBarang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya. [as-Syûrâ/4220].Ya Allah, jadikanlah kami sebagai orang-orang yang mendahulukan akhirat daripada dunia. Limpahkan kebaikan kepada kami di dunia ini, demikian pula di akhirat. Dan jagalah kami dari siksa api nerakaAdapun orang yang mendahulukan kenikmatan dunia, maka ia akan diberikan bagiannya di dunia ini, akan tetapi di akhirat ia tidak akan mendapatkan bagian كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَBarang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan di akhirat lenyaplah semua yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. [Hûd/1115-16].[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XI/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] ______ Footnote [1] Diadaptasi dari kitab adh-Dhiyâ`ul-Lâmi’, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn, hlm. 66-67 Home /A9. Fiqih Dakwah Tazkiyah.../Akhirat, Kehidupan Yang Hakiki
– Salah satu ciri utama seorang yang bertaqwa ialah pemahamannya akan dunia dan akhirat sebagaimana dikehendaki Allah سبحانه و تعالى . Ia yakin bahwa dunia merupakan sekedar tempat bersenda-gurau dan bermain belaka. Sedangkan kehidupannya kelak di akhirat ia pandang lebih utama daripada kehidupan di dunia. Kehidupan akhirat-lah yang ia sikapi secara serius. Ia tidak mau bermain-main maupun bersenda-gurau dengan kehidupan akhiratnya. Sehingga untuk kehidupan dunia ia berikan perhatian yang secukupnya saja. وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُالْآَخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ ”Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” QS Al-An’aam ayat 32 Keberhasilan yang dikejar secara serius oleh seorang muttaqin ialah keberhasilan di akhirat. Baginya keberhasilan di dunia merupakan sesuatu yang bersifat supplementary faktor pelengkap saja. Tetapi keberhasilan di akhirat adalah sesuatu yang tidak boleh ditawar sedikitpun karena ia merupakan faktor utama. Ia tidak rela mempertaruhkan keberhasilannya di akhirat demi keberhasilannya di dunia. Namun sebaliknya, demi keberhasilannya di akhirat ia rela kehilangan keberhasilannya di dunia. Berapapun bagian dari dunia akan ia relakan bila hal itu dapat menjamin keberhasilannya di akhirat. Sebab ia sangat yakin bahwa kehidupan sebenarnya adalah di negeri akhirat. Sedangkan kehidupan di dunia tidak lain hanyalah senda-gurau dan permainan belaka. Kalaupun berhasil di dunia, maka itu merupakan keberhasilan sesaat, sementara dan palsu. Namun keberhasilan di akhirat merupakan keberhasilan hakiki dan abadi. Bagaimana mungkin ia akan rela kehilangan keberhasilan hakiki dan abadi demi memperoleh keberhasilan sesaat, sementara, dan palsu? وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآَخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” QS Al-Ankabut 64 Namun dalam realitas kita melihat banyak manusia modern justeru bersikap sebaliknya. Dan ini tidak saja diperlihatkan oleh sembarang manusia. Bahkan sebagian manusia yang mengaku muslim sekalipun menampilkan sikap terbalik. Bila menyangkut urusan peluang keberhasilan di dunia ia menjadi sangat serius. Ia kerahkan perhatian, waktu, tenaga dan uang tanpa keraguan. Namun bila menyangkut urusan peluang keberhasilan di akhirat ia malah bersikap setengah hati bahkan bermain-main dan bersenda-gurau. Ia sangat fokus akan sukses dunia namun sangat tidak peduli sukses akhirat. Seolah sukses dunia merupakan sesuatu yang hakiki sedangkan sukses akhirat hanyalah mimpi tanpa bukti. Mengapa hal ini terjadi? Salah satu sebab mengapa banyak orang yang mengaku muslim memiliki logika dan sikap terbalik menghadapi dunia dan akhirat karena mereka telah masuk ke dalam perangkap “lubang biawak” yang ditawarkan oleh penguasa dunia modern dewasa ini, yaitu masyarakat barat Amerika-Eropa alias masyarakat kaum yahudi-nasrani. Dan keadaan ini sudah diprediksi oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم sejak limabelas abad yang lalu. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun, maka kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum yahudi dan nasrani?” Beliau menjawab “Siapa lagi kalau bukan mereka?” HR Muslim – shahih Dunia modern dewasa ini membuktikan kebenaran prediksi Nabi صلى الله عليه و سلم di atas. Kita menyaksikan bagaimana di satu sisi Allah سبحانه و تعالى berikan hak kepemimpinan dunia global leadership kepada kaum yahudi dan nasrani dan pada sisi lain banyak kaum muslimin menjadi pengekor kaum yahudi-nasrani sedikit demi sedikit sehingga tatkala dijebloskan ke dalam lubang biawak sekalipun kaum muslimin cenderung ikut saja. Padahal kaum yahudi-nasrani memiliki cara pandang terhadap dunia sebagaimana peradaban Romawi dahulu kala, yakni cara pandang materialisme. Hal ini Allah سبحانه و تعالى singkap di dalam surah yang nama surahnya berarti bangsa Romawi, yaitu surah Ar-Ruum ayat ke tujuh يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَاوَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ “Mereka hanya mengetahui yang lahir/material saja dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang kehidupan akhirat adalah lalai.” QS Ar-Ruum ayat 7 Peradaban Romawi masa lalu merupakan peradaban digdaya namun dilandasi faham materialisme. Mereka hanya memahami keberhasilan berdasarkan tolok-ukur dunia fana. Mereka tidak peduli bahkan mengingkari adanya kehidupan sebenarnya di akhirat kelak. Oleh karenanya mereka berprinsip “It’s now or never” kalau tidak berhasil sekarang, maka tidak akan pernah berhasil selamanya. Dunia modern-pun meyakini paradigma yang serupa. Akhirnya segenap manusia diarahkan untuk meyakini hal serupa, tanpa kecuali kaum muslimin-pun disihir dengan cara pandang materialisme. Akhirnya muncullah orang-orang yang mengaku muslim dan merasa bertaqwa tetapi cara-pandangnya mirip dengan kaum yahudi-nasrani. Mereka lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada akhirat. Peduli sukses dunia daripada sukses akhirat. Bahkan penyakit ini menjangkiti sebagian orang yang dikenal sebagai Ustadz di tengah masyarakat. Para “ustadz” ini bila menafsirkan ayat Allah mengenai bagaimana seharusnya mensikap dunia dan akhirat, maka mereka menafsirkannya berdasarkan faham materialisme alias dunia-oriented. Misalnya terhadap ayat berikut وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi.” QS Al-Qashshash 77 Sudah sangat jelas bahwa melalui ayat di atas Allah سبحانه و تعالى menyuruh kita mengejar negeri akhirat sebagai fokus utama. Sedangkan terhadap kenikmatan duniawi Allah hanya mengatakan “jangan kamu lupakan bahagianmu”. Artinya, Allah menyuruh kita all out habis-habisan mengejar kebahagiaan akhirat. Sedangkan terhadap dunia yang penting jangan sampai kita melupakannya atau mengabaikannya. Redaksi ayat sudah amat-sangat jelas seperti demikian. Namun di era penuh fitnah dewasa ini bermuncullanlah para “ustadz” yang tatkala menafsirkan ayat di atas berkata “Wahai kaum muslimin, silahkan berlomba menjadi orang kaya di dunia, sebab Islam tidak melarang anda menjadi orang kaya. Bahkan para sahabat banyak yang kaya-raya seperti Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf dan Usman bin Affan. Silahkan kejarlah berbagai keberhasilan dunia….. Yang penting, janganlah sampai melupakan kehidupan akhirat…..!” SubhaanAllah…. sepertinya nasihat yang sungguh indah. Tetapi kalau kita renungkan dalam-dalam jelas bahwa tafsiran yang disampaikan pak “ustadz” di atas bertentangan 180 derajat dengan apa yang Allah sebutkan di dalam ayatnya. Pak ustadz jelas-jelas telah mengekor kepada paradigma materialisme peradaban Romawi. Pak ustadz telah masuk ke dalam lubang biawak..! Pak Ustadz nyata-nyata lebih mengutamakan kehidupan dunia daripada sukses akhirat. Di dalam Al-Qur’an Allah tidak pernah menyuruh kita untuk berlomba mengejar dunia. Berkompetisi merebut keberhasilan di dunia apakah itu dalam hal kekayaan, popularitas, kekuasaan dan lain sebagainya tidaklah Allah perintahkan. Bila sudah berkenaan dengan kompetisi pasti Allah menyuruh kita berlomba merebut sukses akhirat. Coba perhatikan ayat-ayat di bawah ini وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” QS Ali Imran 133 تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِيُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍخِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَوَمِزَاجُهُ مِنْ تَسْنِيمٍعَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ “Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak tempatnya, laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. Dan campuran khamar murni itu adalah dari tasnim, yaitu mata air yang minum daripadanya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.” QS Al-Muthaffifiin 24-28 Ketika Allah menyuruh “bersegeralah kamu” maka yang dimaksud adalah mengejar ampunan Allah dan surgaNya. Ini semua merupakan perkara di akhirat kelak. Ketika Allah menyuruh “untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba” maka Allah menyisipkannya di tengah rangkaian ayat yang sedang berbicara mengenai berbagai kesenangan penghuni surga. Ini adalah urusan akhirat. Jadi, tidak pernah Allah menyuruh kita untuk mengejar dunia dan mengejar ketertinggalan kita dari orang-orang kafir di dalam urusan dunia. Bahkan jelas-jelas Allah melarang Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم beserta ummatnya bergaul dan berdekat-dekat dengan manusia yang dalam segala perhatian dan pembicaraannya hanya melulu urusan dunia. فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ ”Maka berpalinglah hai Muhammad dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan hanya menginginkan kehidupan duniawi. Itulah batas pengetahuan mereka.” QS An-Najm ayat 29-30 Pantaslah bilamana Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم mengajarkan kita doa agar dunia tidak menjadi batas pengetahuan seorang mukmin dan muttaqin. اللهملَا تَجْعَلْ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan dunia menjadi perhatian utama kami serta batas pengetahuan kami.” HR Tirmizi – Hasan
akhirat lebih baik dari dunia